Jakarta,Komunitastodays,-Endro Putranto, pengusaha di bidang migas. pernah menjadi bagian dari Asosiasi Produsen Pipa Indonesia (Propan). Sekarang ia aktif sebagai Ketua Bidang Hubungan Antarlembaga Pemerintah dan Swasta Ormas Rajawali Garda Pemuda Indonesia (RGPI) dan sebagai Sekjen Garda Pemuda Ikatan Pendukung Indonesia.
Pengalamannya dalam penyediaan minyak dan gas bumi (migas) mengajarkannya untuk mencari wadah di mana ia bisa berkontribusi lebih banyak lagi pada negara. Dalam bisnis migas, misalnya, tak semata berurusan dengan teknis pengeboran dan penyulingan atau penyediaan komponen migas. Regulasi yang ada sering tumpang tindih yang berdampak pada inefisiensi hasil dan pekerjaan.
Endro Putranto bekerja di minyak dan gas bumi sejak 2010. “Dulu saya di PT Migas, kita banyak supply ke pertamina dan perusahaan migas lainnya. Kita punya pabrikan di Batam, sebelum krisis migas. Waktu itu, karena berat sekali, kita tutup satu pabrik. Jadi memang kami fokus pada peningkatan komponen dalam negeri,” ujar Endro,kepada awak media, Selasa (19/4/2022).
Program pemerintah adalah Indonesia harus mandiri di bidang energi. Minyak dan gas bumi ini, ke depan nanti, akan dikurangi dan diganti dengan energi terbarukan.
Namun untuk saat ini pemerintah tetap meningkatkan produksi minyak dan gagas. Pengusaha pun, sejak dulu, berusaha meningkatkan kandungan migas dalam negeri, dengan konsekwensi Indonesia mengurangi impor. Usaha ini masih jauh dari kenyataan, apalagi dikaitkan dengan kebutuhan hidup penduduk Indonesia.
“Kami ingin meningkatkan komponen migas dalam negeri, sesuai arahan pemerintah. Selama ini kita impor barang-barang yang tidak bisa diproduksi di Indonesia. Bersama kawan-kawan kami mencari caranya agar kita tetap memproduksi migas. Di dunia migas, standarnisasinya sudah internasional, ada sertifikasi internasional,” tukas Endro.
Menyinggung persoalan klasik di Indonesia terkait persediaan BBM dan kebijakan ekspor dan impor migas, Endro memberikan catatan kritis.
“Itu persoalannya cukup berbelit, complicated. Bukan karena ada perang Rusia-Ukraina lalu kurang pasokan, memang tidak. Tapi, kalau saya boleh kritisi, Indonesia ini selalu mengikuti pola harga luar negeri. Kalau harga di luar negeri tinggi, maka kita cenderung mau jual migas keluar, padahal di dalam negeri langka. Seharusnya kita bisa mengamankan stok migas kita (safety),” tegasnya.
Indonesia sedang memperbaiki kegiatan produksi (refinery) di Balikpapan, yang belum selesai. Bila sudah memproduksi sendiri, Endro yakin Indonesia akan lebih stabil, karena produksi minyak mentahnya bisa terjaga.
Seharusnya dengan produksi sendiri, kita bisa bertahan. Kebutuhan dalam negeri kita penuhi dulu, baru kita ekspor. Tapi kalau selalu mengikuti alur luar negeri, masyarakat kita yang akan menderita.
Endro mengingatkan, industri migas butuh modalnya besar sehingga pemerintah harus ikut peduli dengan masuknya pertamina di area-area potensial. Langkah ini sudah berjalan. Konsekwensinya, terkait dengan percepatan investasi. Artinya pemerintah juga harus merestrukturisasi undang-undang dan kebijakannya. Itu yang harus diperhatikan. * (Rika)