Jakarta, Komunitastodays,- GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan pasal mengenai usia pensiun dan kesejahteraan anggota Polri dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri.
Namun, mereka juga menyarankan agar pasal yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi lembaga negara dan mengarah pada kembalinya praktik Orde Baru ditunda untuk kajian lebih lanjut.
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dianggap paradoks dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Revisi tersebut menunjukkan adanya perbedaan kewenangan yang bertentangan dengan yang diatur dalam UUD 1945.
Mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kewenangan Polri terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas). Namun, dalam revisi UU Polri, kewenangan tersebut menjadi lebih luas.
“UUD 1945 dan revisi UU Polri ini paradoks,” tandas mantan Kepala Data Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Soleman Ponto dalam diskusi bertajuk ‘Dampak Kewenangan Revisi UU TNI dan Revisi UU Polri Terhadap Ruang Demokrasi dan Ruang Kebebasan Berekspresi’ di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, (4/7/2024).
Ponto juga menyoroti isi Pasal 16A dan Pasal 16B dalam revisi UU Polri. Menurutnya, muatan tersebut berpotensi tumpang tindih dengan lembaga terkait lainnya.
Dalam Pasal 16A, disebutkan bahwa untuk menjalankan tugas Intelkam, Polri memiliki wewenang melakukan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan intelijen. Selain itu, mereka juga bertanggung jawab melakukan deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah serta menangani berbagai ancaman, termasuk keberadaan dan aktivitas orang asing, demi menjaga kepentingan nasional dengan menghormati hak asasi manusia.
Sementara itu, Pasal 16B menyatakan bahwa Intelkam Polri berhak meminta informasi dari kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau lembaga lainnya, serta melakukan pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi.
“Untuk 16A, 16B itu bukan hanya koneksi tumpang tindih, betul dia akan tumpang tindih dengan BAIS, BIN, kejaksaan dan lain-lain tapi yang paling mendasar disitu kita melegalkan pelaksanaan operasi intelijen secara hukum, yang selama ini operasi intelijen itu dilarang secara hukum ya secara hukum dilarang,” tegasnya.
GeMOI Centre sebagai organisasi yang mendukung partisipasi masyarakat dalam pembentukan dan revisi undang-undang, menekankan pentingnya kajian mendalam terhadap setiap aspek RUU. Dalam konteks ini, mereka melihat RUU Polri sebagai isu krusial di tengah berbagai praktek penegakan hukum yang dianggap amburadul oleh masyarakat.
“Polri adalah salah satu objek vital yang sangat berpengaruh terhadap upaya peningkatan kualitas penegakan hukum di Indonesia,” kata juru bicara GeMOI Centre.
Sebagai ujung tombak negara demokrasi, Polri memiliki peran sentral dalam menjaga tatanan sosial dan hukum, serta menegakkan keadilan. GeMOI Centre menyoroti bahwa reformasi dalam sistem hukum sangat dibutuhkan untuk mencapai keadilan yang sebenarnya dan menghapuskan praktik jual-beli pasal serta penyelewengan lainnya. Mereka menegaskan bahwa penegakan hukum harus dijalankan tanpa diskriminasi dan masyarakat Indonesia sangat mengharapkan adanya penegakan hukum yang adil dan tegas.Banyak pengakuan di masyarakat bahwa hukum seringkali dipermainkan seperti barang dagangan.
“Ketika keadilan terus dihinakan, tidak menutup kemungkinan pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya,” tambah juru bicara tersebut.
GeMOI Centre juga menyampaikan bahwa banyaknya aduan mengenai penyelewengan hukum yang masuk ke organisasi mereka menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan reformasi hukum. Mereka menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses pembentukan undang-undang untuk memastikan bahwa undang-undang yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi rakyat.Dalam konteks RUU Polri, beberapa pasal yang diusulkan dianggap berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara Polri dan lembaga negara lainnya seperti TNI, BIN, dan BSSN. Oleh karena itu, GeMOI Centre meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengirimkan RUU Polri tersebut ke DPR sebelum dilakukan kajian mendalam dan partisipasi publik yang memadai.
Sebaliknya, GeMOI Centre mendukung penuh segera disahkannya pasal tentang perpanjangan usia pensiun dan kesejahteraan anggota Polri. “Kami mendesak agar pasal ini segera disegerakan demi kesejahteraan anggota Polri yang setara dengan aparatur negara lainnya,” ujar mereka.
GeMOI Centre berharap dengan adanya kajian yang mendalam dan partisipasi publik, RUU Polri dapat menghasilkan undang-undang yang benar-benar menjamin keadilan dan tidak malah memperparah penderitaan rakyat.(red)