Jakarta, Komunitastodays,- Masalah pengelolaan piutang kembali menjadi sorotan, kali ini terkait Piutang Tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan laporan, saldo Piutang Tunjangan DPRD per 31 Desember 2023 mencapai Rp4.419.140.000,00. Jumlah tersebut berasal dari tunjangan yang telah diterima oleh pimpinan dan anggota DPRD namun harus dikembalikan ke Kas Daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007.
Awy Ezyari, S.E., M.M., Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Penegakan Hukum dan Keadilan (LSM PPHK) Provinsi DKI Jakarta, menilai bahwa kondisi ini mencerminkan lemahnya pengelolaan dan pengawasan atas piutang pemerintah daerah.
“Ini adalah masalah serius yang seharusnya tidak dibiarkan berlarut-larut. Piutang sebesar itu, yang telah lama tercatat tanpa ada penyetoran sejak tahun 2011, mencerminkan ketidakdisiplinan dalam pelaksanaan kewajiban oleh pihak terkait,” ujar Awy, Minggu (29/12/2024).
Berdasarkan hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, diketahui bahwa total tunjangan yang harus dikembalikan oleh pimpinan dan anggota DPRD mencapai Rp6.063.640.000,00.
Dari jumlah tersebut, hanya Rp1.644.500.000,00 yang berhasil disetorkan ke Kas Daerah pada tahun 2010. Hingga akhir 2023, tidak ada penyetoran tambahan, sehingga saldo yang tersisa tetap stagnan di angka Rp4.419.140.000,00.
Lebih lanjut, laporan menunjukkan bahwa seluruh saldo piutang tersebut telah dikategorikan sebagai piutang tak tertagih dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (Net Realizable Value) sebesar Rp0,00. Penyisihan atas piutang tak tertagih ini mencapai jumlah yang sama, yaitu Rp4.419.140.000,00.
Awy menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah.
“Diperlukan upaya lebih keras dari pihak terkait untuk menagih piutang ini, karena piutang yang dibiarkan berlarut-larut akan merugikan masyarakat sebagai pemilik sah dari dana publik,” katanya.
Ia juga mengusulkan agar dilakukan audit menyeluruh terhadap pengelolaan piutang dan sistem pengawasan keuangan DPRD untuk memastikan kasus serupa tidak terulang di masa depan.
“Pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan pada prinsip keadilan dan kepatuhan terhadap hukum, tanpa pengecualian,” tutup Awy.
Kasus ini menambah daftar panjang masalah transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.(*red)