Jakarta, Komunitastodays,- Pulau Sebira adalah pulau kecil yang terletak di zona terluar Kepulauan Seribu. Lokasi yang jauh dari pusat Jakarta secara tidak langsung melindungi pulau ini dari pencemaran air dan gangguan aktivitas perkotaan.
Hal ini menyebabkan Pulau Sabira sangat mendukung fungsi sebagai tempat perlindungan bagi berbagai macam jenis hewan dan tumbuhan.
Terdapat banyak daya tarik yang menjadikan destinasi ini ramai dikunjungi. Salah satunya adalah keberadaan Suku Bugis yang memiliki ciri khas tersendiri. Hal yang paling mencolok adalah adanya rumah panggung dengan lorong yang ada di bawahnya.
Di samping itu, tempat ini memiliki bentang alam yang indah dengan luas sekitar 8,8 hektare. Pengunjung dapat menikmati keindahan alam memukau beserta jernihnya air laut dan ombak yang tenang di sini.
Pulau Sebira juga sejak lama telah dihuni oleh manusia. Populasi manusia di pulau ini terus bertambah seiring berjalannya waktu. Seiring bertambahnya populasi manusia, pulau ini mulai mendapatkan perhatian dari berbagai pihak termasuk pemerintah dalam aspek pembangunan, sehingga habitat bagi hewan dan tumbuhan juga semakin terdesak. Pembangunan yang cukup signifikan beberapa tahun terakhir terkait dengan pembangunan di sekitar pesisir pantai.
Kegiatan pembangunan yang dilakukan Pemerintah seringkali hanya mementingkan aspek kepentingan manusia dan kurang memerhatikan pendapat para ahli akan akibat lain yang mungkin ditimbulkan selain untuk manusia. Sebelum adanya populasi manusia, Pulau Sebira didominasi tumbuhan alami dan merupakan “rumah” bagi populasi penyu.
Tidak didasari oleh pengetahuan tentang lingkungan dapat menyebabkan risiko terhadap rumah bagi penyu sisik. Selain itu, ancaman perburuan telur penyu yang tinggi dari masyarakat juga menjadi masalah tambahan yang dihadapi dalam upaya konservasi penyu. Hal tersebut dapat berdampak serius terhadap keberlanjutan populasi penyu di Pulau Sebira.
Dalam rangka tahap awal untuk menyelamatkan komponen tersebut, komunitas gabungan mengidentifikasi komponen masyarakat yang paling potensial untuk diberikan pemahaman tentang konservasi penyu dan mangrove. Target masyarakat tersebut adalah anak-anak di Pulau Sabira yang merupakan generasi penerus masyarakat. Miskonsepsi tentang penyu dan mangrove yang mereka peroleh dari leluhur perlu ditumpulkan melalui kegiatan edukasi.
Komunitas gabungan terdiri dari Nahan NAFAS, FBRTV OFFICIAL, RSI, NET PERSADA INDONESIA ( Fashion) berniat untuk melakukan pengawasan secara intensif untuk melihat keberlanjutan penyu sisik dan mangrove di Pulau Sabira. Melalui hasil diskusi dengan tokoh masyarakat, rencana mendatang akan dikonsentrasikan pada penerapan celah dinding pantai dalam memfasilitasi masuk dan keluarnya penyu sisik dan juga uji coba penanaman mangrove di luar dinding pembatas sebagai tahap lanjutan. (RK)